Cegah Kejahatan Melalui Dakwah

Beberapa media lokal di Aceh menurunkan laporan bahwa tanggal 27 Agustus 2009 Polda Nanggroe Aceh Darussalam dan Rektor IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, telah memberangkatkan Tim Safari Ramadhan dengan misi 'Membangun Kemitraan antara Polisi dengan Masyarakat'.

Kegiatan ini merupakan buah dari kerjasama antara Polda NAD dengan Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry. Tujuannya, mensosialisasikan program Polmas sebagai salah satu strategi untuk berdakwah dalam rangka mencegah kejahatan.

Istilah Polmas merupakan singkatan dari Perpolisian Masyarakat, yaitu sebuah grand strategi Polri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pemelihara keamanan, penegak hukum, pelindung dan pengayom masyarakat.

Sesungguhnya nilai-nilai Polmas ini telah dilaksanakan Polri dengan konsep sistem pengamanan swakarsa melalui fungsi Bimmas. Namun hasilnya masih dinilai kurang maksimal. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat keterlibatan masyarakat di dalamnya. Untuk itu muncullah strategi baru dengan cara menjalin hubungan kemitraan dengan masyarakat dalam rangka mencegah kejahatan.

Strategi ini dikukuhkan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 737 tahun 2007 tentang implementasi Polmas dan HAM. Peraturan ini selanjutnya diperkuat dengan lahirnya Perkap Nomor 7 tahun 2008 tentang Pedoman dasar strategi dan implementasi Polmas dan Perkap nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan Tugas Polri.

Ketiga payung hukum itu dijadikan landasan untuk mensosialisasikan program Polmas ke seluruh jajaran Polri dan masyarakat. Karena itu sejak tahun 2008, istilah Polmas mulai terdengar luas di kalangan masyarakat Aceh, terutama melalui mimbar-mimbar, seminar, pendidikan maupun buku yang ditulis oleh para dosen IAIN Ar-Raniry.

Hal ini merupakan langkah maju yang dicapai oleh tim sosialisasi yang dimotori oleh Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry atas dukungan IOM, Uni Eropa dan Kerajaan Belanda. Berbagai upaya sosialisasi telah, sedang dan akan terus dilakukan baik melalui pendekatan budaya, pendidikan maupun agama dan dakwah.

Polmas muncul sebagai reaksi atas situasi sosial yang kurang menguntungkan. Polisi berada pada posisi elite yang jauh dari – bahkan ditakuti – masyarakat, apalagi ketika masih berada di bawah Angkatan Bersenjata.

Kondisi ini telah mempersulit personil Polisi dalam mencegah dan menyelesaikan berbagai kejahatan. Menyikapi kondisi ini, lahirlah Peraturan Kapolri (Perkap Nomomaka), disusunlah strategi baru yang lebih merakyat dengan membangun kemitraan antara polisi dengan masyarakat dan membina jaringan kerjasama yang harmonis dalam rangka mencegah kejahatan di dalam masyarakat.

Kejahatan merupakan tindakan kriminil yang dapat mengganggu kestabilan sosial. Secara hukum setiap kejahatan dipandang sebagai sesuatu kesalahan dan bertentangan dengan hukum. Dalam hukum manapun – termasuk hukum Islam – kejahatan tetap dipandang sebagai sesuatu yang tidak baik dan merugikan semua pihak.

Namun, kenyataan memperlihatkan bahwa kejahatan terus saja terjadi di mana-mana, padahal semua orang tidak pernah mengharapkan kejahatan itu terjadi, seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan dan lain-lain.

Sejarah memperlihatkan bahwa kejahatan terus saja terjadi sepanjang sejarah manusia. Karena itu menjadi tugas semua individu untuk meminimalisir berbagai kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat. Salah satu strategi yang dianggap efektif dalam memperkecil ruang gerak terjadinya kejahatan adalah pencegahan.

Pencegahan berbagai bentuk kejahatan bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dilakukan, tetapi bukan berarti tidak mungkin dilaksanakan asalkan adanya kemauan, keikhlasan dan kerjasama yang intensif dari semua pihak dengan berbagai komponen masyarakat.
Artinya, sekecil apapun kejahatan yang ada sulit untuk dicegah bila dilakukan secara individual, sebaliknya sebesar apapun kejahatan yang ada akan dapat dicegah kalau dilakukan secara bersama-sama. Inilah yang mendorong institusi perpolisian untuk menjalin kemitraan dengan masyarakat sehingga berbagai bentuk kejahatan dapat dicegah secara bersama-sama.

Untuk itu lahirlah Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM). Ali bin Abi Thalib RA menyatakan, kebajikan (al-ma’ruf) yang tidak terorganisir dengan baik akan dapat dikalahkan oleh kajahatan (al-munkar) yang terorganisir dengan rapi. Akibat rendahnya kerjasama berbagai pihak dalam masyarakat, maka angka kejahatan yang terorganisir rapi, seperti
jaringan teroris, jaringan narkoba, trafficking dan lain-lain tampak begitu leluasa menjalankan misi kejahatannya.

Salah satu bentuk penanganan kejahatan yang patut dilakukan saat ini adalah membangun semangat kebersamaan melalui kerja dan dakwah. Menurut konsep ilmu dakwah, istilah kejahatan cenderung didefinisikan dengan al-munkar yang dapat diidentikkan dengan kejahatan. Karena itu kejahatan dipandang sebagai fenomena sosial yang dapat terjadi kapan dan dimana saja secara kontineu.

Untuk itu setiap kejahatan harus dicegah dalam rangka memperkecil angka kriminalitas sehingga penyelesaian berbagai kasus kriminal akan menjadi ringan. Dakwah memiliki prinsip bahwa pencegahan lebih baik dari pada penyelesaian. Prinsip ini banyak ditemukan dalam ajaran Islam, seperti mencegah terjadinya perzinaan.

Pola dan prinsip dakwah inilah yang diadopsi pihak kepolisian sebagai strategi membangun kemitraan dengan masyarakat. Karena itu – khusus di Aceh – pola sosialisasi Polmas dalam rangka mencegah kejahatan dilakukan dengan pendekatan budaya, dan dakwah.

Bentuk-bentuk dakwah yang dilakukan oleh Polda NAD dan Fakultas Dakwah dalam rangka membangun kemitraan antara lain melalui safari dakwah yang dilakukan sejak Ramadhan tahun 2008 lalu. Ramadhan tahun ini juga akan dilakukan hal yang sama ke seluruh Kabupaten/Kota di Aceh dengan sasaran utama adalah masyarakat umum. Dakwah model ini merupakan bagian dari sosialisasi Polmas yang bersifat ekstern.

Selain dakwah eksternal terdapat juga dakwah internal, yaitu dakwah untuk kalangan polisi itu sendiri. Bila dakwah eksternal bertujuan mensosialisasikan Polmas kepada setiap komponen masyarakat, maka dakwah internal bertujuan mensosialisasikan Polmas kepada seluruh personil Polisi. Sehingga terjadinya perubahan perilaku.

Merubah perilaku termasuk perubahan kultural, dan merubah perilaku jauh lebih sulit daripada merubah sesuatu secara struktural. Hal ini diakui masih belum berjalan dengan baik. Untuk itu dakwah baik secara internal maupun eksternal dinilai masih memiliki nilai penting dan strategis dalam rangka merubah perilaku semua komponen masyarakat. Tak terkecuali polisi menuju masyarakat yang aman, tentram dan bahagia. Amin..(*)

0 komentar:

Posting Komentar